Liburan merupakan saat yang paling ditunggu tunggu bagi setiap orang. Apalagi jika bukan karena untuk melepaskan segala macam kepenatan aktivitas sehari hari yang seakan mencekik leher. Berlibur ke pantai sudah mainstream, berlibur mendaki gunung uda bosen. Em… kali ini dolandolen bakal ngasih referensi, gimana kalo Dolaners cobain berlibur ke suatu tempat dimana menjadi tempat bermukin Suku Baduy Dalam. Nah, pasti belum pernah terfikir kan sebelumnya. Jadi yuk buruan, mau gak nih berangkat berpetualang ke tanah Suku Baduy Dalam?
Perkenalkan ini dia Suku Baduy Dalam yang sangat memjunjung tinggi nilai keleluhuran…
Suku Baduy Dalam merupakan salah satu suku yang cukup dikenal di Indonesia. Suku Baduy Dalam sendiri memiliki 3 kampung yang berdiri secara terpisah, yaitu Kampung Cibeo, Kampung Cikeusik, dan Kampung Cikertawarna. Pada umumnya, wisatawan yang berkunjung ke Baduy Dalam lebih memilih untuk bermalam di Kampung Cibeo. Dikarenakan di kampung ini lebih terbuka bagi wisatawan yang datang. Walaupun masih tetap berpegang teguh dengan larangan adat yang dilarang mengambil foto serta dilarang menggunakan bahan kimia pada saat mandi. Namun tak jarang wisatawan yang memilih Kampung Cikeusik yang jarang dikunjungi untuk destinasi. Terutama bagi para pencari ‘privasi’ , Kampung Cikeusik adalah jawaban yang terbaik, disisni Dolaners benar benar menikmati keasrian Suku Baduy Dalam. Dan apa saja fakta unik dari Suku Baduy Dalam? Ini dia jawabannya.
1. Gotong royong masih menjadi kegemaran yang terus dilestarikan
Jika mungkin sifat gotong royong lama kelamaan telah hilang tergerus oleh perkembangan zama, namun hal ini tidak berlaku bagi masyarakat Suku Baduy Dalam. Sifat gotong royong selalu diterapkan oleh Suku Baduy Dalam pada saat mereka harus berpindah tempat dari satu wilayah ke wilayah lain yang lebih subur. Sebagai suku nomaden (tidak memiliki tempat tetap) dan menganut sistem ladang terbuka, membuat Suku Baduy Dalam hidup saling membantu. Kerukunann dan gotong royong masih sangat dijunjung tinggi oleh orang Baduy.
2. Kebahagiaan sederhana khas Suku Baduy Dalam
Suku Baduy Dalam memang masih belum dialiri listrik. Hal inilah yang menjadikan wilayah ini menjadi seolah ‘mati’ begitu malam hari tiba. Tidak banyak aktivitas yang bisa kita lakukan pada malam hari karena keterbatasan cahaya. Namun justru hal inilah yang akan membuat Dolaners memperoleh pengalaman baru. Bisanya warga memainkan alat musik seperti kecapi untuk menemani malam mereka, sembari tak lupa mengobrol dan bertukar cerita dengan tetangga. Wa… pasti keren ya, bermain kecapi sembari berkumpul bersama orang orang tersayang dibawah langit dengan cahaya bintang sebagai lampunya. Jadi mau deh aku.
3. Hidup hemat ala Suku Baduy bisa Dolaners lihat dari kegemaran orang orangnya berjalan kaki

Suku Baduy memang dikenal sebagai salah satu suku yang masih sangat memegang teguh ilmu ilmu leluhur. Salah satunya yakni adanya larangan menggunakan kendaraan seperti motor atau pun mobil. Namun hal tersebut tak lantas membuat Suku Baduy Dalam merasa terasing dari dunia luar. Dolaners akan dibuat kagum setelah mengetahui bahwa warga Suku Baduy Dalam selalu berjalan kaki apabila mengunjungi kerabatnya yang tinggal di kota besar untuk bertamu maupun berjualan hasil ladang dan kerajinan tangan khas Suku Baduy Dalam. Bahkan tak jarang mereka berjalan jauh sampai ke kota kota besar, tanpa rasa mengeluh sedikitpun. Dan tentu saja itu semua mereka lakukan dengan hati yang senang tanpa ada paksaan. Hebat banget kan?
4. Pu’un, seseorang yang diangap layaknya presiden di Kampung Baduy Dalam
Setiap suku yang tinggal di Indonesia pasti memiliki kepala adat yang berfungsi mengatur warganya. Begitu juga Suku Baduy Dalam yang memiliki kepala adat yang biasa dipanggil Pu’un. Pu’un adalah orang yang memiliki kelebihan yang berbeda dibanding warga biasa. Tugas dari Pu’un yaitu menentukan masa tanam dan panen. Menerapkan hukum adat kepada warganya, mengobati yang sakit. Pu’un sangat dihormati dan dianggap seperti seorang presiden orang masyarakat Suku Baduy Dalam. Oleh karenanya tidak sembarangan orang bisa bertemu dengan beliau, hanya orang orang yang berkepentingan khusus dan mendesak saja yang bisa bertemu dengan Pu’un.
5. Bentuk rumah tak melulu mencermikan status sosial kekayaan Suku Baduy

Jika pada umumnya, seseorang yang memiliki rumah mewah dianggap sebagai orang kaya, berpangkat tinggi, dan dipandang banyak orang, namun hal ini tidak berlaku pada masyarakat Suku Baduy Dalam. Suku Baduy Dalam memiliki bentuk rumah yang hampir serupa satu sama lainnya. Pada peraturan Suku Baduy ini, yang membedakan status kekayaan mereka adalah tembikar yang dibuat dari kuningan yang disimpan di dalam rumah. Semakin banyak tembikar yang disimpan, menandakan status keluarga tersebut semakin tinggi dan dipandang orang.
6. Batang Bambu yang menjadi pengganti gelas
Pelarangan menggunakan gelas serta piring sebagai tempat untuk menyimpan air dan alas untuk makan tidak membuat Suku Baduy Dalam kehilangan akal. Dibekali sumber daya alam yang banyak, Suku Baduy Dalam membuat gelas serta tadah air minum yang terbuat dari bambu panjang. Dan justru dengan bambu panjang inilah aroma khas yang timbul secara alami semakin membuat minuman yang di seduh di dalamnya mengahsilkan cita rasa yang berbeda dan bahkan lebih lezat. Penasaran kamu coba?
7. Hidangan olahan Ayam dianggap makanan mewah oleh masyarakat Baduy
Tidak seperti masyarakat pada umumnya yang biasanya menyediakan menu ayam pada setiap makanan yang disajikan, tidak begitu dengan Suku Baduy Dalam. Meskipun sebenarnya, pada saat Dolaners berkunjung ke wilayah Suku Baduy, maka dengan gampangnya Dolaners bisa menemukan ayam berkeliaran bebas di kampung, bukan berarti ayam bisa menjadi makanan sehari hari. Suku Baduy Dalam hanya menyantap hidangan ayam setidaknya 1 bulan sekali atau hanya pada saat upacara upacara besar, seperti pernikahan dan kelahiran. Hal ini karena hidangan olahan ayam dianggap makanan yang mewah dan istimewa d isini.
8. Jangan salah, orang tua Suku Baduy Dalam juga punya cita-cita sederhana lho!
Jika kebanyakan yang memiliki cita cita adalah Dolaners yang masih memiliki masa depan yang panjang, alias masih belia. Namun hal yang unik bisa Dolaners dapatkan ketika sedang mengunjungi kampung Baduy. Dimana, disini tak hanya kawula muda saja yang memiliki cita cita, namun para orang tua pun juga menyimpan cita cita. Cukup sederhana, mereka hanya ingin anak anak mereka kelak membantu berladang. Tak muluk-muluk bukan? Sangat sederhana jika didengar oleh telinga orang ‘modern’ seperti Dolaners, namun justru di situlah kearifan lokal mereka sangat terasa. Siapa cobak yang gak terharu dengernya?
9. Salah satu tradisi yang dianggap lumrah dan masih dilakukan, perjodohan
Perjodohan. Ya, kata tersebut nampaknya identik dengan zaman dahulu. Sebuah hal yang tidak lazim dilakukan pada zaman sekarang namun masih berlaku di Suku Baduy Dalam. Seorang gadis yang sudah berumur 14 tahun akan dijodohkan dengan laki laki yang berasal dari Suku Baduy Dalam. Selama masa penjodohan, orang tua dari laki laki Baduy Dalam bebas memilih wanita Baduy Dalam yang disukainya. Namun jika belum menemukan pilihan yang cocok, laki laki maupun perempuan harus menuruti pilihan sang orang tua ataupun pilihan yang diberikan oleh sang Pu’un. Waw.. cocok juga nih buat Dolaners yang masih jomblo (hehe).
10. Sssttt… ada larangan berkunjung selama 3 bulan, wow.. kenapa ya?

Salah satu tradisi dari warga Baduy Dalam yang hingga kini masih terus dijalankan adalah tradisi Kawalu. Kawalu adalah puasa yang dijalankan oleh warga Baduy Dalam yang dirayakan tiga kali selama tiga bulan. Pada puasa ini warga Baduy Dalam berdoa kepada Tuhan agar negara ini diberikan rasa aman, damai, dan sejahtera. Pada saat tradisi Kawalu dijalankan, para wisatawan dilarang masuk ke dalam wilayah Baduy Dalam. Apabila ada kepentingan, biasanya wisatawan hanya diperbolehkan berkunjung sampai Baduy Luar dan itupun tidak diperbolehkan menginap.