Destinasi

Menjelajahi Wae Rebo, Desa Menakjubkan yang Sudah Mendunia Sebelum Dikenal di Negaranya Sendiri

Pinterest LinkedIn Tumblr

Berbicara soal Indonesia memang tidak ada habisnya. Negara dengan potensi pariwisata yang beragam ini seperti memiliki daya tarik tersendiri. Setiap sudut tempat di pelosok negeri ini menjanjikan keindahan panorama alam yang keindahannya tidak bisa dianggap remeh. Bahkan banyak dari tempat tempat indah tersebut yang namanya belum terlalu terdengar di telinga. Begitu pula dengan tempat yang akan kita bahas kali ini. Yakni sebuah desa adat dimana memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri. Dan yang membuat kamu akan tercengang, desa ini sudah sangat dikenal di kalangan mancanegara. Bahkan disbut sebut sebagai primadona bagi turis turis asing mancanegara. Desa apakah itu? Dan dimanakah tempatnya?

Perkenalkan ini dia sebuah desa adat yang dikenal dengan rumah kerucutnya

Wae Rebo Wae Rebo - Dolan Dolen
Wae Rebo via superadventure.co.id

Wae Rebo, begitulah namanya. Sebuah Desa dimana telah harum namanya di negeri orang, sebelum dikenal di negeri sendiri. Penduduk aslinya mengistilahkan bahwa Wae Rebo lebih dulu mendunia, setelah itu baru meng-Indonesia. Desa unik dan menarik ini terletak di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Tmur atau tepatnya berada di Kecamatan Satarmese Barat, Flores. Gunung gunung yang berjajar mengegah memagari kawasan Wae Rebo membuat desa ini seolah terisolasi. Bayangkan, untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari hari saja, masyarakat di Desa Wae Rebo harus berjalan kaki menembus lebatnya hutan yang masih alami, berjalan setapak sejauh 9 km untuk bisa sampai ke Denge, sebuah desa yang paling dekat dengan Desa Wae Rebo.

 

Gimana udah gak sabar menjelajahi Wae Rebo? Tunggu, Dolaners harus tau dulu tantangan yang akan dilewati

Sebelum berkunjung ke suatu tempat yang belum pernah Dolaners datangi sebelumnya, memang tak boleh sembarangan asal berangkat. Dolaners harus membuat perencanaan terlebih dahulu, banyak aspek yang harus diketahui terlebih dahulu. Dan salah satu aspek yang wajib Dolaners tahu adalah bagaimana akses dan trasnportasi untuk menuju ke sana. Begitu pula dengan Wae Rebo, Dolaners harus mencari informasi tentang tempat ini dahulu.

Untuk bisa melihat dunia luar, penduduk Desa Wae Rebo harus menuju ke Denge terlebih dahulu, dan begitu pula sebaliknya. Dolaners yang dari dunia luar juga harus melewati Denge terlbih dahulu jika ingin sampai di Desa Wae Rebo. Untuk bisa sampai di Denge, Dolaners bisa menggunakan trasportasi umum. Perjalanan Dolaners bisa dimulai dari Ruteng, Ibu kota dari Kabupaten Manggarai. Dari Denpasar, Dolaners bisa menggunakan penerbangan langsung menuju ke Ruteng, hanya saja penerbangannya tidak terjadwal setiap hari. Alternatif keduanya ialah Dolaners melakukan penerbangan menuju ke Labuan Bajo yang jadwal penerbangannya lebih sering, barulah kemudian melanjutkan dengan naik bus atau travel untuk menuju ke Ruteng. Tarif travel dari Labuan Bajo menuju ke Ruteng ini berharga Rp. 70.000,- dan memakan perjalanan 4 hingga 5 jam.

Transportasi Wae Rebo Transportasi Wae Rebo - Dolan Dolen
Transportasi Wae Rebo via wiranurmansyah.com

Dari Ruteng, perjalanan darat dimulai. Transportasi untuk bisa sampai ke Denge atau Bintor (desa di dekat Denge) tidaklah banyak, yakni bemo (semacam angkot) yang beroperasi tidak setiap hari. Yang beroperasi setiap hari adalah kendaraan tradisional bernama Oto Kayu, yakni semacam truk yang bagian belakanganya disulap dengan papan-papan menjadi tempat duduk penumpang. Oto kayu ini pun hanya ada satu dua yang beroperasi tiap hari. Kendaraan ini bernagkat dari Terminal Mena di Ruteng sekitar pukul 9 hingga 10 pagi dan sampai di Denge pukul 2 siang, dengan biaya Rp. 30.000,-Jika Dolaners ingin mempersingkat waktu, maka bisa naik ojek. Hanya saja harus bersiap terjaga selama di perjalanan dan juga biaya yang diperlukan akan lebih besar yakni Rp. 150.000,-

Sebelum menuju Wae Rebo, Dolaners wajib singgah dahulu di Desa Denge atau Dintor

Wae Rebo Lodge Wae Rebo Lodge - Dolan Dolen
Wae Rebo Lodge via satyawinnie.com

Setelah perjalanan menggunakan transportasi, akhirnya tibalah Dolaners di persinggahan terakhir sebelum menuju ke Desa Wae Rebo. Jika Dolaners masih lelah akibat perjalanan yang cukup panjang, Dolaners bisa beristirahat terlebih dahulu sembari mengembalikan tenaga. Di Dintor ada sebuah penginapan bernama Lodge. Penginapan ini dimiliki oleh Pak Martinus Anggo, penduduk asli Desa Wae Rebo. Sedangkan di Denge, yakni desa terakhir sebelum bisa menginjjakan kaki ke Wa Rebo, ada sebuah homestay bernama Wejang Asih yang juga dimiliki oleh penduduk asli Desa Wae Rebo bernama Pak Blasius Monta. 11 kamar telah disediakan di homestay ini untuk menunjang akomodasi setiap Dolaners yang datang. Di dekat homestay Wejang Asih ini, terdapat pula Pusat Informasi dan Perpustakaan Desa Wae Rebo. Sebenarnya, Pak Blasius Monta dan Pak Martinus Anggo masih memiliki pertalian sedarah atau lebih tepatnya mereka adalah saudara sepupu. Kedua orang ini bisa dibilang sebagai pelopor mempromosikan Desa Wae Rebo sebagai tempat wisata.

 

Petualanganmu menuju ke Wae Rebo baru dimulai

Dari Denge, perjalanan Dolaners akan dilanjutkan menuju ke Wae Rebo. Serunya, perjalanan kali ini dimulai dengan trekking. Disarankan untuk memulai perjalanan pagi pagi sekali. Pasalnya, sekitar 3 hingga 4 km diawal perjalanan, akses jalan tidak tidak ditutupi oleh pepohonan yang rindang, sehingga jika Dolaners memulai trakkeing di siang hari, maka sudah dipastikan akan tersengat sinar matahari yang tak bisa kompromi dan akan lebih menguras stamina. Selain tidak baik memulai trakking di siang hari, Dolaners juga tidak diperbolehkan memulai perjalanan di malam hari. Hal ini dikarenakan trek yang akan Dolaners lalui berupa tanah yang labil dan rawan longsor, sehingga sangat beresiko jika trekking dilakukan di malam hari.

Wae Rebo Trekking Wae Rebo Trekking - Dolan Dolen
Wae Rebo Trekking via ranselmungil.wordpress.com

Di 3 hingga 4 km awal perjalanan, akses jalannya cukup untuk pemanasan. Belum terlalu banyak tanjakan yang curam, dan jalanannya pun masih cukup lebar. Namun setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan trek berupa jalan setapak di tengah hutan rimbun yang masih alami. Ada beberapa jalur yang berada di piggiran tebing. Dolaners harus berhati hati karena jalan ini langsung berbatasan dengan jurang yang dalam. Dari sini, trek perjalanan menuju ke Wae Rebo terus menanjak. Dolaners akan baru menemukan jalanan yang datar ketika sudah sampai di jarak sekitar 2400 meter sebelum bisa menginjakan kaki di Wae Rebo. Dari sini trek perjalanan akan sangat berbalik dari sebelumnya, karena memang Dolaners akan menemukan trek jalan yang turun melewati kebun kopi.

Keseluruhan perjalanan trekking ini memakan waktu sekitar 3 hingga 4 jam, tergantung kemampuan Dolaners. Saat musim hujan tiba, tanah trekking akan sangat licin dan banyak menjadi sarang lintah. Oleh karenanya Dolaners harus sangat waspada, dan sisarankan menggunakan peralatan yang safety yang sangat memadai. Oh ya, selama perjalanan Dolaners juga wajib ditemani dengan guide atau porter agar lebih aman dan tidak salah jalur. Satu rombongan minimal menyewa satu guide, dengan ongkos Rp. 150.000,-

Selamat datang di Wae Rebo, senyuman manis penduduk akan menyapamu

Penduduk Wae Rebo Penduduk Wae Rebo - Dolan Dolen
Penduduk Wae Rebo via harival.blogspot.co.id

Setelah melewati perjalanan darat yang cukup melelahkan dan kemudian dilanjutkan dengan petualangan yang menantang, kini tiba saatnya Dolaners tiba di Desa Wae Rebo. Ya, tujuan awal telah ada di depan mata. Begitu menginjakn kaki di tanah Wae Rebo, penduduk akan menyambut kedatangan Dolaners dengan senyuman manis. Penduduk Wae Rebo selalu menerima tamu dari luar dengan senang hati. Keramah tamanahan inilah yang akan membuat Dolaners betah berlama lama berada di desa adat ini. Sebelum berkeliling desa, Dolaners harus masuk ke Rumah Gendang. Yakni rumah utama yang diperuntukan untuk para tamu yang datang ke desa ini. Disini Dolaners akan disambut dengan Upacara Wae Lu’u terlebih dahulu untuk memohon ijin kepada para leluhur untuk menerima tamu. Di dalam upacara ini, siapkan uang Rp. 20.000,- atau seikhlasnya untuk setiap rombongan sebagai sesaji.

 

Mbaru Niang pernah sekarat dan hampir punah dari Wae Rebo

Mbaru Niang Wae Rebo Mbaru Niang Wae Rebo - Dolan Dolen
Mbaru Niang Wae Rebo via nextravel.id

Desa Wae Rebo memang sangat terkenal dengan rumah kerucutnya. Rumah tradisional tersebut memiliki nama Mbaru Niang. Lebih dari beberapa dasawarsa terakhir, jumlah dari Ndaru Niang di Desa Wae Rebo ini hanya tinggal empat buah dari yang sebelumnya tujuh buah. Keempat rumah tradisional yang tersisa itupun kondisinya sudah sangat memprihatinkan, sudah lapuk termakan usia. Mirisnya, penduduk setempat tak mampu untuk membangun atau merenovasi kembali Mbaru Niang karena terbentur biaya. Setelah Wae Rebo semakin dikenal di kancah mancanegara maupun Indonesia, akhirnya pada tahun 2010, dua rumah kerucut yang sudah sekarat direnovasi. Selanjutnya tahun 2011 tiga rumah kerucut yang sebelumnya hilang dibangun kembali. Dan tahun setelahnya dua rumah lagi direnovasi. Sehingga kini Wae Rebo memiliki tujuh rumah kerucut lagi seperti sedia kala dan tentu saja dengan kondisi yang sangat bagus.

 

Terimakasih, pariwisata telah menyelamatkan Wae Rebo

Sejak Pak Blasius memperkenalkan Wae Rebo ke dunia luar, desa ini semakin harum namanya di kancah mancanegara dan kini juga telah dikenal di rumahnya sendiri yakni Indoensia. Wae Rebo terus berbenah untuk menjadi desa adat wisata yang semakin digemari. Untuk menata administrasi pariwisata mereka membentuk Lembaga Pariwisata Wae Rebo (LPW). Dari lembaga ini ditentukan tarif untuk bermalam di Desa Wae Rebo sebesar Rp. 250.000,-. Harga tersebut sudah termasuk makan 3 kali dalam sehari. Dan jika Dolaners tidak bermalam, maka hanya dikenakan biaya Rp. 100.000,- saja. Mungkin sebagian dari Dolaners menganggap harga tersebut terlalu mahal. Tapi setelah Dolaners berfikir lagi, maka harga tersebut sangat wajar. Mengingat untuk mendapatkan bahan makanan saja penduduk sekitar harus menempuh perjalanan hingga 9 km untuk bisa sampai di desa lain. Mereka harus memikul beras dan kebutuhan pokok lain mendaki gunung untuk sampai kembali di Wae Rebo.

Wae Rebo senantiasa menjaga tradisi leluhur yang sangat dipegang teguh oleh penduduknya

Kain Songke Wae Rebo Kain Songke Wae Rebo - Dolan Dolen
Kain Songke Wae Rebo via fran-noto.blogspot.co.id

Semenjak dikenal, Wae Rebo telah memiliki listrik. Meskipun listrik tersebut baru berasa dari generator dan hanya menyala sejak pukul 10 malam waktu setempat. Untuk membeli bahan bakar agar generator tetap bisa menyala, uang didapatkan dari hasil kunjungan para Dolaners yang datang. Belum lama ini dikabarkan bahwa ada sebuah kelompok dari Bandung yang ingin membangun PLTA di Wae Rebo ini. Hal ini dilakukan karena memang ketersediaan air di Desa Wae Rebo ini sangat melimpah. Rencananya proyek ini akan dimulai tahun ini. Meskipun listrik sudah masuk ke Desa Wae Rebo, untuk menjaga keaslian rumah dan budaya mereka televisi masih dilarang keberadaannya. Bahkan meski pariwisata terus menunjang keberadaa Wae Rebo, penduduk di desa ini tak lantas berpangku tangan. Mereka tetap giat bekerja. Kebun kopi menjadi salah satu ladang mata pencaharian mereka yang hasilnya akan dibawa ke desa di bawah dan selanjutnya akan dijual ke pengepul kopi. Sedangkan untuk ibu ibu, mereka juga tetap menenun kain songke yang untuk dipakai pribadi atau dijual.

 

Di Wae Rebo Dolaners akan mendapat banyak pengalaman hidup berharga

Anak-Anak Wae Rebo Anak Anak Wae Rebo - Dolan Dolen
Anak-Anak Wae Rebo via tindaktandukarsitek.com

Berada di sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan akan menjadi hal yang tak bisa Dolaners lupakan. Di desa adat ini Dolaners akan menemukan banyak hal baru yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Banyak pula pelajaran dan pengalaman tentag hidup yang Dolaners dapatkan. Masyarakatnya yang sangat ramah akan membuat rasa ingin tahu Dolaners tentang desa ini semakin tinggi. Penduduk Wae Rebo sangat menjujung tinggi nilai nilai yang telah leluhur mereka ajarkan. Mereka sangat menghargai alam. Tak ada kata mengeluh walau setiap harinya mereka hidup tanpa fasilitas mewah layaknya di kota kota besar. Dengan kesederhanaan yang dihadirkan di Wae Rebo, justru disana Dolaners bisa melihat kemewahan. Anak anak kecil yang merupakan generasi penerus masih bermain layaknya sebagaimana mestinya. Mereka bersenang senang, berlarian bersama. Alam yang bersahabat seakan menjadi imbalan bagi mereka yang tidak haus oleh kekuasaan dan kekayaan.


Gimana liburanmu kali ini sangat seru kan? Anti-mainsteam banget lagi? Selain mendapat kesenangan dan ketengan, dipastikan Dolaners juga mendapat banyak pelajaran hidup yang berharga. Terutama tentang arti bersyukur.

DolanDolen.com merupakan situs traveler dan pusat informasi terlengkap destinasi wisata para Dolaners yang menjelajahi indahnya Indonesia.

Write A Comment

Pin It